Teori Berguru Koneksionisme Berdasarkan Thorndike - foldersoal.com

Teori Belajar Koneksionisme Thorndike_Apa pengertian teori berguru koneksionisme?,  teori berguru koneksionisme ialah teori berguru tingkah laris berupa stimulus respon. Teori koneksionisme ditemukan oleh Edward Lee Thorndike. Thorndike merupakan  salah satu hebat pendidikan yang menganut pedoman teori berguru behavioristik (behaviorisme). Teori berguru tingkah laris (behaviorism) dari Thorndike yaitu teori berguru stimulus respon. Menurut Thorndike, pada hakikatnya berguru merupakan proses pembentukan korelasi antara stimulus dan respon. Oleh alasannya ialah itu teori berguru dari Thorndike ini disebut teori berguru stimulus-respon dan terkenal dengan sebutan TEORI BELAJAR KONEKSIONISME.
Apa pengertian teori berguru koneksionisme Teori Belajar Koneksionisme Menurut Thorndike
Edward Lee Thorndike mengemukakan beberapa aturan berguru yang dikenal dengan sebutan Law of effect. Belajar akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa bahagia atau kepuasan. Rasa bahagia atau kepuasan ini sanggup timbul sebagai tanggapan anak mendapat kebanggaan atau ganjaran lainnya. Stimulus ini termasuk reinforcement.

Setelah anak berhasil melaksanakan tugasnya dengan sempurna dan cepat, pada diri anak muncul kepuasan diri sebagai tanggapan sukses yang diraihnya. Anak memperoleh suatu kesuksesan yang pada gilirannya akan mengantarkan dirinya ke jenjang kesuksesan berikutnya.

Tiga (3) Hukum Terkait Teori Belajar Koneksionisme

Terdapat beberapa dalil atau aturan yang terkait dengan teori koneksionisme yaitu aturan kesiapan (law of readiness), aturan latihan (law of exercise) dan aturan tanggapan (law of effect).

1. Hukum Kesiapan (law of readiness) 
Hukum ini menjelaskan kesiapan seorang anak dalam melaksanakan suatu kegiatan. Seorang anak yang mempunyai kecenderungan untuk bertindak atau melaksanakan kegiatan tertentu kemudian melaksanakan kegiatan tersebut, maka tindakannya akan melahirkan kepuasan bagi dirinya. Tindakan-tindakan lain yang ia lakukan tidak mengakibatkan kepuasan bagi dirinya.

2. Hukum Latihan (law of exercise) 
Hukum ini menyatakan bahwa kalau korelasi stimulus- respon sering terjadi, hasilnya korelasi akan semakin kuat, sedangkan makin jarang korelasi stimulus-respon dipergunakan, maka makin lemah korelasi yang terjadi.

Hukum latihan intinya memakai dasar bahwa stimulus dan respon akan mempunyai korelasi satu sama lain secara kuat, kalau proses pengulangan sering terjadi, makin banyak kegiatan ini dilakukan maka korelasi yang terjadi akan bersifat otomatis. Seorang anak yang dihadapkan pada suatu duduk masalah yang sering ditemuinya akan segera melaksanakan tanggapan secara cepat sesuai dengan pengalamannya pada waktu sebelumnya.

3. Hukum Akibat (law of effect) 
Hukum ini menjelaskan bahwa apabila asosiasi yang terbentuk antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan maka asosiasi akan semakin meningkat. Hal ini berarti bahwa kepuasan yang terlahir dari adanya ganjaran dari guru akan memperlihatkan kepuasan bagi anak, dan anak cenderung untuk berusaha melaksanakan atau meningkatkan apa yang telah dicapainya itu.

Selain aturan kesiapan, latihan, dan aturan akibat,  Thorndike juga mengemukakan aturan pemanis sebagai berikut:

1). Hukum reaksi bervariasi (law of multiple response)
Individu diawali dengan proses trial and error yang memperlihatkan bermacam- macam respon sebelum memperoleh respon yang sempurna dalam memecahkan kasus yang dihadapi.

2). Hukum perilaku (law of attitude)
Perilaku berguru seseorang tidak hanya ditentukan oleh korelasi stimulus dan respon saja, tetapi juga ditentukan oleh keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotornya.

3). Hukum acara berat sebelah (law of prepotency element)
Individu dalam proses berguru memperlihatkan respons pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi (respon selektif).

4). Hukum respon melalui analogi (law of response by analogy)
Individu sanggup melaksanakan respons pada situasi yang belum pernah dialami alasannya ialah individu sebenarnya sanggup menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi usang yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Semakin banyak unsur yang sama, maka transfer akan semakin mudah.

5). Hukum perpindahan asosiasi (law of associative shifting)
Proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan bertahap unsur lama.

Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan penyampaian teorinya, Thorndike mengemukakan revisi aturan berguru antara lain:

1). Hukum latihan ditinggalkan alasannya ialah ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk memperkuat korelasi stimulus-respons, sebaliknya tanpa pengulangan belum tentu akan memperlemah korelasi stimulus-respons.

2). Hukum tanggapan (law of effect) direvisi, alasannya ialah dalam penelitiannya lebih lanjut ditemukan bahwa hanya sebagian saja dari aturan ini yang benar. Jika diberikan hadiah (reward) maka akan meningkatkan korelasi stimulus-respons, sedangkan kalau diberikan eksekusi (punishment) tidak berakibat apa-apa.

3). Syarat utama terjadinya korelasi stimulus-respons bukan kedekatan, tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respons.

4). Akibat suatu perbuatan sanggup menular baik pada bidang lain maupun pada individu lain.

Contoh teori koneksionisme dalam kehidupan sehari-hari
Implikasi dari pedoman pengaitan ini dalam kegiatan berguru mengajar sehari-hari ialah bahwa:
  • Untuk menjelaskan suatu konsep, guru sebaiknya mengambil pola yang sekiranya sudah sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Alat peraga dari alam sekitar akan lebih dihayati.
  • Metode derma tugas, metode latihan (drill dan practice) akan lebih cocok untuk penguatan dan hafalan. Dengan penerapan metode tersebut siswa akan lebih banyak mendapat stimulus sehingga respon yang diberikan pun akan lebih banyak.
  • Hierarkis penyusunan komposisi bahan dalam kurikulum merupakan hal yang penting.Materi disusun dari bahan yang mudah, sedang, dan sukar sesuai dengan tingkat kelas, dan tingkat sekolah. Penguasaan bahan yang lebih gampang sebagai tanggapan untuk sanggup menguasai bahan yang lebih sukar. Dengan kata lain topik (konsep) prasyarat harus dikuasai dulu supaya sanggup memahami topik berikutnya.
Demikian wacana Teori Belajar Behavioristik-Koneksionisme Thorndike. Semoga bermanfaat.

Berbagai Sumber

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel