Teks Amanat Menteri Sosial Ri Pada Upacara Peringatan Hari Hero 2017 - foldersoal.com
Sunday, 18 October 2015
Edit
Amanat Mensos Hari Pahlawan 2017_Di bawah ini merupakan Naskah/Teks Pidato/Amanat Menteri Sosial RI ( Khofifah Indar Parawansa) pada Upacara Peringatan Hari Pahlawan ke-72 Tanggal 10 November 2017. Naskah amanat ini bisa dibacakan oleh pembina upacara di sekolah/instansi Anda.
Assalamu'alaikum. Wr. Wb.
Salam Sejahtera bagi kita semua,
Saudara – saudara sebangsa setanah air, patriot bangsa yang budiman,
Alhamdulillah, Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan yang Maha Kuasa, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, yang memberi kita kesehatan jasmani-rohani, kekuatan mental spiritual serta kesadaran untuk terus mengemban semangat juang yang tegak berdiri di atas harapan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 1945.
Setiap tanggal 10 November, kita seluruh Bangsa lndonesia memperingati Hari Pahlawan, mengenang para pendahulu kita, pahlawan dan perintis kemerdekaan, para pendiri Republik Indonesia, mereka dengan segenap pemikiran, tindakan dan gerakan usaha kolektif yang mereka lakukan, sehingga ketika ini kita semua bisa menikmati hidup di bumi indonesia sebagai bangsa yang merdeka, bangsa yang sederajat dengan bangsa lain, bangsa yang menyadari kiprah sejarahnya untuk menjadikan kemerdekaan sebagai jembatan emas bagi terwujudnya Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Para Pendiri bangsa mengabarkan pesan penting kepada kita. Pesan itu ialah bahwa sesudah kemerdekaan diraih, maka tahapan selanjutnya - kita harus bersatu terlebih dahulu untuk bisa memasuki tahapan bernegara selanjutnya yakni berdaulat, adil dan makmur. Oleh alasannya ialah pesan mendasar itulah maka peringatan Hari Pahlawan 10 November tahun 2017 ini kita mengambil tema "Perkokoh Persatuan Membangun Negeri".
Apabila kita bisa bersatu sebagai satu bangsa maka kita sanggup maju tolong-menolong dan mendistribusikan berkah kemerdekaan baqi seluruh masyarakat Indonesia.
Saudara-saudara sebangsa setanah air, patriot bangsa yang budiman,
Hari Pahlawan yang kita peringati ketika ini didasarkan pada kejadian pertempuran terhebat dalam riwayat sejarah dekolonisasi dunia, yakni kejadian "Pertempuran 10 November 1945" di Surabaya. Sebuah kejadian yang menunjukkan kepada dunia internasional, betapa segenap Rakyat Indonesia dari banyak sekali ras/suku, agama, budaya dan banyak sekali bentuk partikularisme golongan - tolong-menolong melebur menjadi satu untuk berikrar, bergerak dan menyerahkan hidupnya, jiwa raganya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia!
Saudara-saudari sebangsa setanah air, patriot bangsa yang budiman,
Bung Karno pernah menegaskan bahwa bangsa yang besar ialah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya. Kalimat singkat dari Bung Karno ini mempunyai makna yang sangat mendalam bagi kita semua. Tanpa pengorbanan dan usaha para pahlawan dan perintis kemerdekaan, tidak akan ada gagasan besar untuk mendirikan sebuah negara yang berjulukan Republik Indonesia.
Dalam setiap rangkaian usaha kepahlawanan yang membentuk kelndonesiaan kita, kita sanggup mengambil pelajaran dari apinya usaha para pendahulu kita, api yang menjadi suasana kebatinan dan pelajaran moral bagi kita semua yakni, api yang membentuk terbangunnya Persatuan Indonesia yang terdiri atas dua hal yakni adanya harapan dan pengorbanan! Harapan dan pengorbanan itulah yang membentuk persatuan dan melahirkan Indonesia, merawat eksistensinya dalam panggung sejarah bangsa-bangsa, dan harus terus dinyalakan semoga Republik Indonesia tetap berdiri tegak, menjadi besar dan terus memberi sumbangan penting sebagai penggalan dari persaudaraan ummat insan di dunia.
Saudara-saudari sebangsa setanah air, patriot bangsa yang budiman,
Berbagai sejarah kepahlawanan, mengisahkan wacana menyala-nyatanya api "Harapan" yang menjadi pemantik dari banyak sekali tindakan-tindakan heroik yang mengagumkan. Begitu pula Republik Indonesia tercinta ini ketika diproklamirkan, dengan keberanian, tekad, pemikiran asli wacana kehidupan bernegara yang teduang dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pengorbanan yang besar, maka berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaaannya.
Apakah yang menjadi pemantik sehingga pendahulu kita berani memproklamirkan kemerdekaan ketika itu? Keberanian itu sanggup digerakkan oleh sebuah modal tak ternilai dan tidak kasat mata, modal itu ialah adanya sebuah harapan. Sebuah harapan yang mengakibatkan optimisme dalam hidup, sebuah harapan yang membuka segenap potensi, kita punya vitalitas dan daya hidup kemanusiaan untuk membuka terang kehidupan di masa depan, sebuah harapan bahwa dengan mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia, maka kita sanggup membangun sebuah kehidupan bernegara, sebuah rumah tangga politik kebangsaan dan kenegaraan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Saat ini harapan akan masa depan yang lebih baik tersebut telah ditambatkan oleh Pemerintahan Presiden Bapak Joko Widodo dan Wapres Bapak H.M. Jusuf Kalla melalui sebuah visi transformatif yang mengarahkan dan menghimpun gerak seluruh elemen Republik Indonesia yakni : "Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, berdikari dan berkepribadian berlandaskan gotong-royong".
Dalam kerangka mewujudkan visi tersebut telah dirumuskan sembilan aktivitas prioritas pemerintahan ke depan yang disebut NAWA CITA. Kesembilan aktivitas prioritas itu bisa dikategorisasikan ke dalam tiga ranah; ranah mental-kultural, ranah material (ekonomi) dan ranah politik. Pada ketiga ranah tersebut, Pemerintah ketika ini berusaha melaksanakan banyak sekali perubahan secara akseleratif, berlandaskan prinsip-prinsip Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ketiga ranah pembangunan tersebut bisa dibedakan tapi tak sanggup dipisahkan. Satu sama lain saling memerlukan pertautan secara sinergis. Perubahan mental-kultural memerlukan pinjaman politik dan material berupa politik kebudayaan dan ekonomi budaya. Sebaliknya perubahan politik memerlukan pinjaman budaya dan material berupa budaya demokrasi dan ekonomi politik.
Saudara-saudara sebangsa setanah air, patriot bangsa yang budiman,
Republik Indonesia yang berdiri atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa ini sanggup kita terus nikmati kemerdekaannya alasannya ialah para pahlawan pendahulu kita mengajarkan kepada kita keteladanan akan rela berkorban. Bung Karno mengingatkan berkali-kali dalam banyak sekali pidatonya, bahwa kehidupan bernegara Republik Indonesia ini hanya bisa terwujud dan menjadi lebih baik dan maju kalau kita semua mau berkorban, mau memberi dan mau mengabdikan hidup untuk merawatnya!
Kalangan ulama sufi mengajarkan mutiara kebijaksanaan; bahwa jalan membangun ketaqwaan dan hidup berkah dibawah lindungan Allah SWT ialah dengan meluruhkan ego personal dan kepentingan kelompok untuk meleburkan kita dalam tarian dedikasi kepada Sang Khalik bersama dengan semesta alam.
Saudara-saudara sekalian, bukan sebuah kebetulan tanpa penghayatan dan pemikiran yang mendalam ketika para pendiri republik menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai Sila Pertama. Mengingat bahwa hanya dengan hadirnya spiritualitas didalam jiwa sebuah masyarakat, dengan Iman kepada Allah Yang Maha Kuasa, tiap-tiap orang rela mengorbankan dan memberi hidup dan jiwanya untuk tujuan kehidupan bersama. Demikianlah yang kita sanggup pelajari dalam momen Peristiwa 10 November 1945. Inilah yang menjadi klarifikasi ketika Bung Tomo meneriakkan pekik yang aben semangat juang yaitu; Allahu Akbar. Demikian pulalah yang menciptakan KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia sesudah ditanya oleh Bung Karno, bagaimana aturan dan posisi ummat Islam dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Demikianlah soliditas dan solidaritas kebangsaan dari seluruh rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaannya.
Dalam semangat cinta tanah air, menjaga pusparagamnya dan kebhinekaan kita, para pendiri republik dan pahlawan pendahulu menuangkan sumbangan terbaiknya kepada kita semua. Pada 28 Oktober 1928, seluruh cowok Indonesia meluluhkan ego-ego kedaerahan, kelompok, ras dan golongan untuk menyatakan dan berikrar sebagai satu tanah air Indonesia, bangsa Indonesia dan bahasa Indonesia.
Ikrar kebangsaan inilah yang memberi spirit pengorbanan persatuan perempuan Indonesia melalui Kongres Wanita Indonesia tahun 1928 selaras dengan usaha RA Kartini untuk memberi pendidikan modern dan kebangsaan bagi rakyat Nusantara sebelum Sumpah Pemuda dicetuskan. Ikrar kebangsaan Indonesia inilah yang memberi semangat pada cowok Wage Rudolf Supratman untuk memperdengarkan pertama kalinya sebuah lagu yang selanjutnya menjadi lagu kebangsaan Indonesia Raya dalam pertemuan Sumpah Pemuda 1928. Kesadaran keIndonesiaan ini pula yang menggerakkan seorang keturunan Tionghoa berjulukan Kwee Kek Beng yang menjadi pemimpin redaksi koran Sin Po. Pada ketika kepemimpinan beliaulah koran Sin Po menjadi koran pertama yang berani memuat teks lagu Indonesia Raya meskipun harus berhadapan dengan bahaya kolonial Belanda.
Keteladanan untuk membangun kebersamaan dan persatuan yang melampaui partikularitas ini pula - yang menggerakkan Pemuda Katolik asal Ambon berjulukan Johannes Leimena untuk mengkonsolidasikan para cowok Katolik lainnya, meninggalkan partikularitas - menjadi satu - menjadi penggalan dari Bangsa Indonesia. Semangat rela berkorban ini pula yang menggerakkan KH. Wahab Hasbullah pada tahun 1934 melahirkan syair menggetarkan Yaa ahlal Wathan (wahai patriot bangsa) yang dengan karya seni ini dia mengisyaratkan sebuah fatwa penting bahwa kecintaan terhadap tanah air Indonesia ialah penggalan dari iman!
Dan selanjutnya pada kejadian Pertempuran 10 November, pandangan gres dari RA Kartini, ikrar Sumpah Pemuda, lagu kebangsaan Indonesia Raya, keberanian dari Kwee Kek Beng, janji dari Johannes Leimena, Syair Yaa ahlal Wathan dan banyak sekali karya cipta yang menggerakkan ruh pendahulu kita, berperan besar sebagai penanda estetik – heroik , sebagai energi pelopor Arek-Arek Suroboyo yang dibantu dengan semangat solidaritas dan bela rasa oleh seluruh Rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Saudara-saudara sebangsa setanah air patriot bangsa yang budiman,
Riwayat negeri kita Republik Indonesia menorehkan banyak sekali rujukan wacana semangat untuk memberi dan semangat untuk berkorban menjaga persatuan Indonesia. Mari kita panggil memori kita, pada ketika fajar kemerdekaan Indonesia, pada 18 Agustus 1945 para pendiri Republik dari golongan Islam yakni KH Wahid Hasjim, Kasman Singodimejo, Ki Bagoes Hadikusumo dan Tengkoe Muhammad Hassan bersama dengan Muhammad Hatta menawarkan sumbangan besar bagi bangsa ini yakni menghapus tujuh kata "Dengan menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dan merubah Sila Pertama menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa" dengan lapang hati.
Semangat kebangsaan kita yang juga kita kenang hari ini di Hari Pahlawan ialah sebuah nasionalisme yang dilandasi oleh kemanusiaan universal bukan nasionalisme yang sempit. Sebuah nasionalisme yang oleh Bung Karno diikrarkan bahwa "My Nationalism is Humanity". Sebuah nasionalisme yang ditegaskan dalam Pidato 1 Juni Lahirnya Pancasila bahwa nasionalisme hanya bisa hidup subur di dalam tamansarinya internasionalisme. Internasionalisme sanggup hidup subur jikalau berakar dalam buminya nasionalisme. Prinsip yang dibangun oleh sebuah landasan filosofis yang tinggi bahwa kita bukanlah makhluk egois namun makhluk sosial yang menghimpun menjadi satu sebagai sebuah bangsa, yakni bangsa Indonesia. Di dalam kehidupan menjadi bangsa tersebut kita menyadari diri pula bahwa diri kita ialah penggalan dari keluarga besar ummat manusia.
Saudara sebangsa setanah air yang budiman, intinya setiap warga bangsa menyadari bahwa kita semua mewarisi sebuah konsepsi, sebuah etos, sebuah niat dan tindak sikap kepahlawanan yang tinggi dan luar biasa. Inilah saatnya kita merampungkan usaha membangun bangsa dengan sikap mental yang positif dan konstruktif yaitu membangun sebuah bangsa yang merdeka,maju, berdaulat dan terbuka. Hanya dengan revolusi mental yang positif, optimis dan sadar riwayat kita sebagai bangsa yang merdeka, berdaulat dan terbuka kita menyelami tantangan dan duduk perkara yang kita hadapi bersama dengan semangat persatuan di dalam kesetaraan seluruh anak bangsa tanpa diskriminasi!
Saudara-saudara sebangsa setanah air patriot bangsa yang budiman,
Pada masa milenium kedua ketika ini kita tengah menyaksikan sebuah transformasi besar dalam hubungan internasional diantara bangsa-bangsa dunia. Kita sedang menyaksikan suatu zaman yang diutarakan oleh jurnalis Gideon Rahman pada tahun 2016 wacana fajar gres pergeseran global dimana kemajuan peradaban dunia disebut sebagai masa Easternization atau Timurisasi.
Dalam masa kemajuan global menyerupai ini negara-negara Asia dianggap sebagai kutub-kutub gres kemajuan peradaban dunia. Oleh alasannya ialah itulah persatuan Indonesia bukan hanya sebuah imperatif yang harus kita rawat sebagai suatu bangsa namun lebih dari itu Persatuan Indonesia ialah sebuah prasyarat bagi kita menjadi penggalan dari kekuatan yang tengah tumbuh, the rising force bersama dengan bangsa-bangsa lain yang ketika ini menjadi sorotan kemajuan menyerupai China, India dan Korea untuk menjadi menara-menara gres pembawa obor kemanusiaan. Membawa cahaya gres yang menjadi pandu kemajuan dunia berlandaskan nilai-nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan yang sejalan dengan nilai-nilai dasar negara kita yakni Pancasila.
Pada kesempatan yang baik ini kami mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat untuk terus berjuang, bekerja, berkarya menjadi pahlawan bagi diri sendiri, pahlawan bagi lingkungan, pahlawan bagi masyarakat maupun pahlawan bagi negeri ini, Selamat Hari Pahlawan Tahun 2017.
Demikian, semoga Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melindungi bangsa dan negara Indonesia. Amin.
Merdeka.
Sekian dan terima kasih.
Berbagai Sumber
Assalamu'alaikum. Wr. Wb.
Salam Sejahtera bagi kita semua,
Saudara – saudara sebangsa setanah air, patriot bangsa yang budiman,
Alhamdulillah, Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan yang Maha Kuasa, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, yang memberi kita kesehatan jasmani-rohani, kekuatan mental spiritual serta kesadaran untuk terus mengemban semangat juang yang tegak berdiri di atas harapan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 1945.
Setiap tanggal 10 November, kita seluruh Bangsa lndonesia memperingati Hari Pahlawan, mengenang para pendahulu kita, pahlawan dan perintis kemerdekaan, para pendiri Republik Indonesia, mereka dengan segenap pemikiran, tindakan dan gerakan usaha kolektif yang mereka lakukan, sehingga ketika ini kita semua bisa menikmati hidup di bumi indonesia sebagai bangsa yang merdeka, bangsa yang sederajat dengan bangsa lain, bangsa yang menyadari kiprah sejarahnya untuk menjadikan kemerdekaan sebagai jembatan emas bagi terwujudnya Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Para Pendiri bangsa mengabarkan pesan penting kepada kita. Pesan itu ialah bahwa sesudah kemerdekaan diraih, maka tahapan selanjutnya - kita harus bersatu terlebih dahulu untuk bisa memasuki tahapan bernegara selanjutnya yakni berdaulat, adil dan makmur. Oleh alasannya ialah pesan mendasar itulah maka peringatan Hari Pahlawan 10 November tahun 2017 ini kita mengambil tema "Perkokoh Persatuan Membangun Negeri".
Apabila kita bisa bersatu sebagai satu bangsa maka kita sanggup maju tolong-menolong dan mendistribusikan berkah kemerdekaan baqi seluruh masyarakat Indonesia.
Saudara-saudara sebangsa setanah air, patriot bangsa yang budiman,
Hari Pahlawan yang kita peringati ketika ini didasarkan pada kejadian pertempuran terhebat dalam riwayat sejarah dekolonisasi dunia, yakni kejadian "Pertempuran 10 November 1945" di Surabaya. Sebuah kejadian yang menunjukkan kepada dunia internasional, betapa segenap Rakyat Indonesia dari banyak sekali ras/suku, agama, budaya dan banyak sekali bentuk partikularisme golongan - tolong-menolong melebur menjadi satu untuk berikrar, bergerak dan menyerahkan hidupnya, jiwa raganya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia!
Saudara-saudari sebangsa setanah air, patriot bangsa yang budiman,
Bung Karno pernah menegaskan bahwa bangsa yang besar ialah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya. Kalimat singkat dari Bung Karno ini mempunyai makna yang sangat mendalam bagi kita semua. Tanpa pengorbanan dan usaha para pahlawan dan perintis kemerdekaan, tidak akan ada gagasan besar untuk mendirikan sebuah negara yang berjulukan Republik Indonesia.
Dalam setiap rangkaian usaha kepahlawanan yang membentuk kelndonesiaan kita, kita sanggup mengambil pelajaran dari apinya usaha para pendahulu kita, api yang menjadi suasana kebatinan dan pelajaran moral bagi kita semua yakni, api yang membentuk terbangunnya Persatuan Indonesia yang terdiri atas dua hal yakni adanya harapan dan pengorbanan! Harapan dan pengorbanan itulah yang membentuk persatuan dan melahirkan Indonesia, merawat eksistensinya dalam panggung sejarah bangsa-bangsa, dan harus terus dinyalakan semoga Republik Indonesia tetap berdiri tegak, menjadi besar dan terus memberi sumbangan penting sebagai penggalan dari persaudaraan ummat insan di dunia.
Saudara-saudari sebangsa setanah air, patriot bangsa yang budiman,
Berbagai sejarah kepahlawanan, mengisahkan wacana menyala-nyatanya api "Harapan" yang menjadi pemantik dari banyak sekali tindakan-tindakan heroik yang mengagumkan. Begitu pula Republik Indonesia tercinta ini ketika diproklamirkan, dengan keberanian, tekad, pemikiran asli wacana kehidupan bernegara yang teduang dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pengorbanan yang besar, maka berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaaannya.
Apakah yang menjadi pemantik sehingga pendahulu kita berani memproklamirkan kemerdekaan ketika itu? Keberanian itu sanggup digerakkan oleh sebuah modal tak ternilai dan tidak kasat mata, modal itu ialah adanya sebuah harapan. Sebuah harapan yang mengakibatkan optimisme dalam hidup, sebuah harapan yang membuka segenap potensi, kita punya vitalitas dan daya hidup kemanusiaan untuk membuka terang kehidupan di masa depan, sebuah harapan bahwa dengan mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia, maka kita sanggup membangun sebuah kehidupan bernegara, sebuah rumah tangga politik kebangsaan dan kenegaraan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Saat ini harapan akan masa depan yang lebih baik tersebut telah ditambatkan oleh Pemerintahan Presiden Bapak Joko Widodo dan Wapres Bapak H.M. Jusuf Kalla melalui sebuah visi transformatif yang mengarahkan dan menghimpun gerak seluruh elemen Republik Indonesia yakni : "Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, berdikari dan berkepribadian berlandaskan gotong-royong".
Dalam kerangka mewujudkan visi tersebut telah dirumuskan sembilan aktivitas prioritas pemerintahan ke depan yang disebut NAWA CITA. Kesembilan aktivitas prioritas itu bisa dikategorisasikan ke dalam tiga ranah; ranah mental-kultural, ranah material (ekonomi) dan ranah politik. Pada ketiga ranah tersebut, Pemerintah ketika ini berusaha melaksanakan banyak sekali perubahan secara akseleratif, berlandaskan prinsip-prinsip Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ketiga ranah pembangunan tersebut bisa dibedakan tapi tak sanggup dipisahkan. Satu sama lain saling memerlukan pertautan secara sinergis. Perubahan mental-kultural memerlukan pinjaman politik dan material berupa politik kebudayaan dan ekonomi budaya. Sebaliknya perubahan politik memerlukan pinjaman budaya dan material berupa budaya demokrasi dan ekonomi politik.
Saudara-saudara sebangsa setanah air, patriot bangsa yang budiman,
Republik Indonesia yang berdiri atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa ini sanggup kita terus nikmati kemerdekaannya alasannya ialah para pahlawan pendahulu kita mengajarkan kepada kita keteladanan akan rela berkorban. Bung Karno mengingatkan berkali-kali dalam banyak sekali pidatonya, bahwa kehidupan bernegara Republik Indonesia ini hanya bisa terwujud dan menjadi lebih baik dan maju kalau kita semua mau berkorban, mau memberi dan mau mengabdikan hidup untuk merawatnya!
Kalangan ulama sufi mengajarkan mutiara kebijaksanaan; bahwa jalan membangun ketaqwaan dan hidup berkah dibawah lindungan Allah SWT ialah dengan meluruhkan ego personal dan kepentingan kelompok untuk meleburkan kita dalam tarian dedikasi kepada Sang Khalik bersama dengan semesta alam.
Saudara-saudara sekalian, bukan sebuah kebetulan tanpa penghayatan dan pemikiran yang mendalam ketika para pendiri republik menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai Sila Pertama. Mengingat bahwa hanya dengan hadirnya spiritualitas didalam jiwa sebuah masyarakat, dengan Iman kepada Allah Yang Maha Kuasa, tiap-tiap orang rela mengorbankan dan memberi hidup dan jiwanya untuk tujuan kehidupan bersama. Demikianlah yang kita sanggup pelajari dalam momen Peristiwa 10 November 1945. Inilah yang menjadi klarifikasi ketika Bung Tomo meneriakkan pekik yang aben semangat juang yaitu; Allahu Akbar. Demikian pulalah yang menciptakan KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia sesudah ditanya oleh Bung Karno, bagaimana aturan dan posisi ummat Islam dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Demikianlah soliditas dan solidaritas kebangsaan dari seluruh rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaannya.
Dalam semangat cinta tanah air, menjaga pusparagamnya dan kebhinekaan kita, para pendiri republik dan pahlawan pendahulu menuangkan sumbangan terbaiknya kepada kita semua. Pada 28 Oktober 1928, seluruh cowok Indonesia meluluhkan ego-ego kedaerahan, kelompok, ras dan golongan untuk menyatakan dan berikrar sebagai satu tanah air Indonesia, bangsa Indonesia dan bahasa Indonesia.
Ikrar kebangsaan inilah yang memberi spirit pengorbanan persatuan perempuan Indonesia melalui Kongres Wanita Indonesia tahun 1928 selaras dengan usaha RA Kartini untuk memberi pendidikan modern dan kebangsaan bagi rakyat Nusantara sebelum Sumpah Pemuda dicetuskan. Ikrar kebangsaan Indonesia inilah yang memberi semangat pada cowok Wage Rudolf Supratman untuk memperdengarkan pertama kalinya sebuah lagu yang selanjutnya menjadi lagu kebangsaan Indonesia Raya dalam pertemuan Sumpah Pemuda 1928. Kesadaran keIndonesiaan ini pula yang menggerakkan seorang keturunan Tionghoa berjulukan Kwee Kek Beng yang menjadi pemimpin redaksi koran Sin Po. Pada ketika kepemimpinan beliaulah koran Sin Po menjadi koran pertama yang berani memuat teks lagu Indonesia Raya meskipun harus berhadapan dengan bahaya kolonial Belanda.
Keteladanan untuk membangun kebersamaan dan persatuan yang melampaui partikularitas ini pula - yang menggerakkan Pemuda Katolik asal Ambon berjulukan Johannes Leimena untuk mengkonsolidasikan para cowok Katolik lainnya, meninggalkan partikularitas - menjadi satu - menjadi penggalan dari Bangsa Indonesia. Semangat rela berkorban ini pula yang menggerakkan KH. Wahab Hasbullah pada tahun 1934 melahirkan syair menggetarkan Yaa ahlal Wathan (wahai patriot bangsa) yang dengan karya seni ini dia mengisyaratkan sebuah fatwa penting bahwa kecintaan terhadap tanah air Indonesia ialah penggalan dari iman!
Dan selanjutnya pada kejadian Pertempuran 10 November, pandangan gres dari RA Kartini, ikrar Sumpah Pemuda, lagu kebangsaan Indonesia Raya, keberanian dari Kwee Kek Beng, janji dari Johannes Leimena, Syair Yaa ahlal Wathan dan banyak sekali karya cipta yang menggerakkan ruh pendahulu kita, berperan besar sebagai penanda estetik – heroik , sebagai energi pelopor Arek-Arek Suroboyo yang dibantu dengan semangat solidaritas dan bela rasa oleh seluruh Rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Saudara-saudara sebangsa setanah air patriot bangsa yang budiman,
Riwayat negeri kita Republik Indonesia menorehkan banyak sekali rujukan wacana semangat untuk memberi dan semangat untuk berkorban menjaga persatuan Indonesia. Mari kita panggil memori kita, pada ketika fajar kemerdekaan Indonesia, pada 18 Agustus 1945 para pendiri Republik dari golongan Islam yakni KH Wahid Hasjim, Kasman Singodimejo, Ki Bagoes Hadikusumo dan Tengkoe Muhammad Hassan bersama dengan Muhammad Hatta menawarkan sumbangan besar bagi bangsa ini yakni menghapus tujuh kata "Dengan menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dan merubah Sila Pertama menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa" dengan lapang hati.
Semangat kebangsaan kita yang juga kita kenang hari ini di Hari Pahlawan ialah sebuah nasionalisme yang dilandasi oleh kemanusiaan universal bukan nasionalisme yang sempit. Sebuah nasionalisme yang oleh Bung Karno diikrarkan bahwa "My Nationalism is Humanity". Sebuah nasionalisme yang ditegaskan dalam Pidato 1 Juni Lahirnya Pancasila bahwa nasionalisme hanya bisa hidup subur di dalam tamansarinya internasionalisme. Internasionalisme sanggup hidup subur jikalau berakar dalam buminya nasionalisme. Prinsip yang dibangun oleh sebuah landasan filosofis yang tinggi bahwa kita bukanlah makhluk egois namun makhluk sosial yang menghimpun menjadi satu sebagai sebuah bangsa, yakni bangsa Indonesia. Di dalam kehidupan menjadi bangsa tersebut kita menyadari diri pula bahwa diri kita ialah penggalan dari keluarga besar ummat manusia.
Saudara sebangsa setanah air yang budiman, intinya setiap warga bangsa menyadari bahwa kita semua mewarisi sebuah konsepsi, sebuah etos, sebuah niat dan tindak sikap kepahlawanan yang tinggi dan luar biasa. Inilah saatnya kita merampungkan usaha membangun bangsa dengan sikap mental yang positif dan konstruktif yaitu membangun sebuah bangsa yang merdeka,maju, berdaulat dan terbuka. Hanya dengan revolusi mental yang positif, optimis dan sadar riwayat kita sebagai bangsa yang merdeka, berdaulat dan terbuka kita menyelami tantangan dan duduk perkara yang kita hadapi bersama dengan semangat persatuan di dalam kesetaraan seluruh anak bangsa tanpa diskriminasi!
Saudara-saudara sebangsa setanah air patriot bangsa yang budiman,
Pada masa milenium kedua ketika ini kita tengah menyaksikan sebuah transformasi besar dalam hubungan internasional diantara bangsa-bangsa dunia. Kita sedang menyaksikan suatu zaman yang diutarakan oleh jurnalis Gideon Rahman pada tahun 2016 wacana fajar gres pergeseran global dimana kemajuan peradaban dunia disebut sebagai masa Easternization atau Timurisasi.
Dalam masa kemajuan global menyerupai ini negara-negara Asia dianggap sebagai kutub-kutub gres kemajuan peradaban dunia. Oleh alasannya ialah itulah persatuan Indonesia bukan hanya sebuah imperatif yang harus kita rawat sebagai suatu bangsa namun lebih dari itu Persatuan Indonesia ialah sebuah prasyarat bagi kita menjadi penggalan dari kekuatan yang tengah tumbuh, the rising force bersama dengan bangsa-bangsa lain yang ketika ini menjadi sorotan kemajuan menyerupai China, India dan Korea untuk menjadi menara-menara gres pembawa obor kemanusiaan. Membawa cahaya gres yang menjadi pandu kemajuan dunia berlandaskan nilai-nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan yang sejalan dengan nilai-nilai dasar negara kita yakni Pancasila.
Pada kesempatan yang baik ini kami mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat untuk terus berjuang, bekerja, berkarya menjadi pahlawan bagi diri sendiri, pahlawan bagi lingkungan, pahlawan bagi masyarakat maupun pahlawan bagi negeri ini, Selamat Hari Pahlawan Tahun 2017.
Demikian, semoga Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melindungi bangsa dan negara Indonesia. Amin.
Merdeka.
Sekian dan terima kasih.
Wassalamu'alaikum. Wr. Wb.
Berbagai Sumber